Deregulasi Perbankan
Saat kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada tanggal 17 Agustus 1950, struktur ekonomi Indonesia masih didominasi oleh struktur kolonial. Bank-bank asing masih merajai kegiatan perbankan nasional, sementara peranan bank-bank nasional dalam negeri masih terlampau kecil. Hingga masa menjelang lahirnya Bank Indonesia pada tahun 1953, pengawasan dan pembinaan bank-bank belum terselenggara. De Javasche Bank adalah bank asing pertama yang dinasionalisasi dan kemudian menjelma menjadi BI sebagai bank sentral Indonesia. Bank Indonesia dengan dukungan pemerintah, melaksanakan kebijakan penertiban bank swasta nasional dengan sasaran mengurangi jumlah bank swasta nasional, karena jumlahnya terlalu banyak dan sebagian besar terdiri atas bank-bank kecil yang sangat lemah dalam permodalan dan manajemen , usaha pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini yaitu mereka menyempitkan kembali syarat-syarat membentuk bank dengan mengeluarkan deregulasi-deregulasi dengan harapan krisis bank dapat berjalan dengan lancar kembali. Adaupun deregulasi-deregulasi yang di keluarkan pemerintah yaitu :
1. Tahun 1983 ( PakJun 83 )
Pemerintah mengeluarkan kebijakan deregulasi di sektor moneter, khususnya perbangkan, lewat kebijakan 1 Juni 1983. Deregulasi ini menyangkut tiga segi:
a. peningkatan daya saing bank pemerintah,
b. penghapusan pagu kredit, dan
c. pengaturan deposito berjangka.
Dalam ketentuan itu, bank pemerintah bebas menentukan suku bunga deposito serta suku bunga kredit. Langkah ini dimaksudkan agar masyarakat yang memiliki dana nganggur tertarik untuk menyimpan di bank pemeintah. Sebab pada saat itu, suku bunga yang ditawarkan oleh bank swasta lebih tinggi ketimbang bank pemerintah. Yaitu 18 persen, sementara bank pemerintah hanya 14-15 persen
2. Tahun 1985
Pemerintah memberlakukan Inpres Nomor 4 Tahun 1985 yang mengalihkan tugas dan wewenang Ditjen Bea dan Cukai (BC) dalam pemeriksaan barang kepada surveyor asing SGS. Ini sama saja dengan pemerintah memberikan kepercayaan penuh kepada pihak asing (SGS) dalam memeriksa barang. Keluarnya Inpres Nomor 4, tak lain sebagai reaksi pemerintah atas penyalahgunaan wewenang oleh BC yang banyak diributkan oleh dunia usaha.
3. Tahun 1988 ( Pakto 88 )
Inilah tahun booming dunia perbankan Indonesia. Bayangkan , hanya dengan modal Rp.10 milyar , seseorang pengusaha punya pengalaman atau tidak sebagai banker , sudah bisa mendirikan bank baru. Maka tak heran lagi berbagai macam bentuk dan nama bank baru bermunculan bagai jamur di musim hujan. Itulah salah satu bentuk kebijakan deregulasi 27 oktober 1988 atau yang dikenal dengan sebutan pakto 88. Tak hanya itu bank asing yang semula hanya beroperasi di Jakarta. Kini bisa merentang sayap atau membuka cabang ke daerah-daerah di luar Jakarta. Sementara untuk mendirikan bank perkeriditan modal yang disetor hanya Rp. 50 juta.
4. Tahun 1990 ( Pakjan 90 )
Pemerintah membuat gebrakan di sector moneter khususnya perbankan. Lewat paket januari 1990 ( Pakjan 90 ) bank-bank umum wajib mengalokasikan 20 persen dari total kreditnya kepada pengusaha lemah. Atau maksimal kredit yang diberikan kepada pengusaha lemah Rp. 200 Juta. Namun , dalam pakjan 90 ini masuk ke dalam kategori usaha lemah adalah usahanya yang breast maksimal Rp.600 Juta.
5. Tahun 1993 ( Pakmei 93 )
Sector moneter kembali disentuh melalui deregulasi Mei 1993. Lewat Pakmei , capital adequency ratio ( CAR ) atau rasio kecukupan modal diperlonggar. dengan peningkatan CAR , bank dipastikan akan lebih leluasa memberkan kridit kepada pihak ketiga. Pemerintah juga menyederhanakan ketentuan loan deposit ratio ( LDR ) atau pemberian kridit kepada pihak ketiga. Dengan ketentuan ini bank hanya diberikan 20 persen untuk menyalurkan kridit kepada grupnya sendiri , yang menarik dari kebijakan ini , KUK dibawah Rp.25 juta dapat digunakan untuk kegiatan tidak produktif.
6. Undang – Undang Perbankan 1992
Dalam perekonomian Indonesia hanya dibedakan antara bank umum dengan bank prekeditan rakyat . beberapa jenis bank menurut perundang-undang sebelumnya diakui keberadaannya seperti misalnya bank pembangunan , bank tabungan dan bank devisa , menurut ketentuan yang berlaku sekarang masih ikategorikan sebagai bank umum.
Kesimpulannya :
Kebijakan pemerintah berupa kebijakan deregulasi di bidang perbankan , khususnya yang tertuang di PAKTO 88 dan PAKJUN 83 , banyak mewarnai lingkungan bisnis perbankan di Indonesia sejak tahun 1983 hingga sekarang. Dampak kedua dari paket tersebut khususnya PAKTO 88 beserta peraturan peraturan pelengkapnya , merajalelanya perbankan di Indonesia. Dengan singkat dapat diketangahkan bahwa unsur-unsur utama pembentuk suasana dunia usaha perbankan yang perlu diamati dan diprakirankan yang terjadinya oleh para manejer bank di Indonesia untuk sisa dasawarsa 90-an, mencakup pada pokoknya kelanjutan kebijakan deregulasi , semakin terbukanya perekonomian Indonesia , gejala globalisasi perekonomian Indonesia , pasang surut aliran modal asing masuk kedalam perekonomian Indonesia dan peningkatan otonomi keuangan kepada pemerintah daerah.
Sumber : www.geogle.com , amerika bankers association , USA ,1971 , manajemen bank umum penerbit gunadarma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar